3 Masalah Kesehatan Ini Jadi Sorotan Publik
https://clinic-sehat.blogspot.com/2019/07/3-masalah-kesehatan-ini-jadi-sorotan.html
TBC, Stunting, dan Imunisasi
menjadi tiga masalah kesehatan yang menjadi sorotan publik. Berikut upaya
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengeliminasi ketiga penyakit tersebut.
1.
Kasus TBC di Indonesia
tidak pernah menurun
Berdasarkan data WHO Global Tuberculosis
Report 2016, Indonesia
menempati posisi kedua dengan beban TBC tertinggi di dunia. Tren insiden kasus
TBC di Indonesia tidak pernah menurun. Masih banyak kasus yang belum terjangkau
dan terdeteksi. Kalaupun terdeteksi dan telah diobati, tetapi belum dilaporkan.
"Berdasarkan studi Global
Burden of Disease, TBC menjadi penyebab kematian kedua di dunia," ujar
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Siswanto dalam
Rakernas Kemenkes di Tangerang.
Angka TBC di Indonesia berdasarkan
mikroskopik sebanyak 759 per 100 ribu penduduk untuk usia 15 tahun ke atas
dengan jumlah laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, dan jumlah di
perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan.
Siswanto menyebutkan, solusi yang
bisa ditawarkan berupa peningkatan deteksi dengan pendekatan keluarga,
menyelesaikan under-reporting pengobatan TBC dengan penguatan PPM, meningkatkan
kepatuhan pengobatan TBC, perbaikan sistem deteksi MDR TBC (Klinik MDR TBC
dengan jejaringnya) dan akses terapi TBC MDR, edukasi TBC pada masyarakat dan
perbaikan perumahan, serta pemenuhan tenaga analis peningkatan sensitivitas Dx
(melalui NS individual).
2.
Kasus stunting disebabkan banyak faktor
"Faktor lainnya berupa
kualitas pangan, yakni rendahnya asupan vitamin dan mineral, buruknya keragaman
pangan dan sumber protein hewani, dan faktor lain seperti ekonomi, pendidikan,
infrastruktur, budaya, dan lingkungan," imbuh Siswanto.
Pada 2010, WHO membatasi masalah
stunting sebesar 20%. Berdasarkan Pemantauan Status Gizi 2015-2016, prevalensi
balita stunting di Indonesia dari 34 provinsi hanya ada 2 provinsi yang berada
di bawah batasan WHO tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut,
perlu intervensi spesifik gizi pada remaja, ibu hamil, bayi 0-6 bulan dan ibu,
bayi 7-24 bulan dan ibu.
"Selain itu diperlukan juga
intervensi sensitive gizi seperti peningkatan ekonomi keluarga, program
keluarga harapan, program akses air bersih dan sanitasi, program edukasi gizi,
akses pendidikan, dan pembangunan infrastruktur.
3.
Kasus imunisasi kembali dianalisa
Kejadian Luar Bisa (KLB) difteri
dan campak yang baru-baru ini terjadi membuat pemerintah harus kembali
menganalisa terkait cakupan imunisasi yang telah dilakukan, mutu atau kualitas
vaksin yang ada, serta kekuatan surveilans di berbagai daerah.
Berdasarkan data dari Direktorat
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, pada 2015 cakupan
imunisasi secara nasional mencapai 86,5%, pada 2016 mencapai 91,6%, dan pada
2017 mencapai 92,4%.
"Usulan penajaman program
penting dilakukan, yaitu berupa peningkatan cakupan imunisasi, edukasi kepada
masyarakat dan advokasi pada pimpinan wilayah, dan membangun sistem surveilans
yang kuat untuk deteksi kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,