Awas Marak Perdagangan Organ Manusia Saat Ini
https://clinic-sehat.blogspot.com/2019/07/awas-marak-perdagangan-organ-manusia.html
Perdagangan jual beli organ
manusia di Indonesia
untuk keperluan transplantasi semakin meningkat. Meski Undang-Undang Kesehatan
melarang praktik tersebut, faktanya semakin banyak orang yang berani
mengiklankan dirinya untuk menjual organnya dengan berbagai alasan.
Jumlah pasien gagal ginjal
meningkat tiap tahunnya. Diperkirakan lebih dari 200.000 orang pasien ginjal
yang sudah melakukan dialisis (cuci darah) rutin di Indonesia .
Tentunya, tindak kejahatan bisnis
jual beli organ untuk tindakan transplantasi semakin merajalela di media
sosial. Kenapa? Karena transplantasi menjadi pilihan ideal untuk menghasilkan
rehabilitasi yang baik bagi si pasien. Mereka bisa hidup nomal layaknya orang
sehat, tanpa harus cuci darah seumur hidupnya. Sayangnya, belum ada pengaturan
yang terperinci tentang cara mendapatkan organ untuk ditransplantasikan.
Bahkan Majelis Ulama Indonesia
(MUI) telah menerbitkan fatwa tentang transplantasi organ dan atau jaringan
tubuh dari pendonor hidup untuk orang lain. Dalam fatwa tersebut dikatakan
transplantasi organ diperbolehkan jika bersifat untuk tolong menolong, tidak
untuk komersial.
Komunitas Pasien Cuci Darah
Indonesia (KPCDI) pun menyayangkan bila sampai hari ini di Indonesia tidak
ada payung hukum dalam menjalankan tindakan transplantasi organ, termasuk
transplantasi ginjal.
"Undang-Undang (UU) Kesehatan
Nomor 36 Tahun 2009 tidak secara rinci mengatur tindakan transplantasi organ.
Padahal, di dalam Pasal 65 Ayat 3 UU tersebut mengamanatkan kepada pemerintah
untuk membuat Peraturan Pemerintah (PP) mengenai syarat dan tata cara yang
jelas. Dengan adanya PP yang dimaksud, tindakan transplantasi organ akan diatur
secara komprehesif," ujar Tony Samosir Ketua Umum KPCDI melalui pernyataan
sikap yang dikirim kepada media.
Lebih lanjut, Tony Samosir
mengatakan tiadanya payung hukum menyebabkan para pasien cuci darah mengalami
kesulitan untuk mem0eroleh kesempatan melakukan transplantasi ginjal (dan organ
lainnya), mereka yang sehat dan ingin mendonasikan organnya dengan sukarela,
tidak tahu harus kemana.
"Di Indonesia belum ada bank
donor termasuk melegalisasi donor hidup dan mati (cadaver). Kalau hanya
mengandalkan donor hidup, akan sedikit pasien gagal ginjal yang mempunyai
kesempatan transplantasi ginjal. Sedangkan donor mati bisa menjadi pilihan
karena tingginya angka kematian yang disebabkan oleh trauma, kecelakaan dan
bencana alam di Indonesia ,"
tegasnya.
Selain itu, ia mengungkapkan
pemerintah juga harus menjelaskan definisi "tujuan komersial" secara
rinci seperti yang ditegaskan UU itu. "Jangan sampai orang memberikan air
mineral pun sebagai tanda terima kasih langsung kena dipidana. Jadi, UU
tersebut tidak menjelaskan lebih rinci tentang apa yang dimaksud organ tubuh
manusia dan cara mendapatkannya," sesalnya.
Tony Samosir yang sudah melakukan
cangkok ginjal ini menyayangkan di Pemerintah SBY dan Jokowi tidak menjalankan
amanat UU Kesehatan ini. Pihaknya juga mengkritik DPR RI ,
khususnya Komisi IX yang telah gagal mengawasi Pemerintah dalam menjalankan
tugasnya sebagai pelaksana UU.
"UU Kesehatan tentang transplantasi
sudah ada sejak tahun 1992 dan diperbaharui tahun 2009. Sudah sembilan tahun
sejak UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang transplantasi organ ditetapkan,
namun, sampai saat ini belum ada PP yang mengatur transplantasi organ
tersebut," kecam Tony Samosir.
KPCDI sebagai sebuah organisasi
yang anggotanya paling banyak pasien cuci ini berharap melalui PP tersebut
berdiri Lembaga Donor Organ. Lembaga ini yang nantinya mengatur penyelenggaraan
transplantasi organ, termasuk ginjal.
"Dengan lembaga ini dibentuk
akan semakin banyak jumlah donor. Lembaga ini yang nantinya akan dapat
mengatasi persoalan jual beli organ. Dan akan memberi kesempatan luas bagi
pasien miskin untuk mendapatkan kesempatan transplantasi organ.